Skandal Bank Century dan Partai Politik
Skandal Bank Century dan Partai Politik : PEMERIKSAAN atas Sri Mulyani dan Boediono oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait skandal Bank Century mengundang reaksi dan kontroversi.
Betapa tidak. Boediono akan diperiksa di kantor Wapres, sementara Sri Mulyani di kantornya, Kementrian Keuangan. Publik pun bereaksi sinis. Ada tudingan bahwa KPK ditekan, dan ada kesan KPK kalah menghadapi tekanan itu.
Dalam kaitan ini, gonjang-ganjing kasus Bank Century sepertinya akan segera berlalu tanpa menyelesaikan episode terpentingnya: siapa yang harus bertanggung jawab bagi semua proses dana talangan ini?
DPR baru sampai pada kesimpulan, bahwa ada kesalahan atau pelanggaran hukum. Tetapi menurut pemerhati masalah hukum Refly Harun, DPR seperti kehilangan akal membawa pelaku pada kursi keadilan (bring to justice).
Dalam kaitan ini malah terbukti kasus Susno Duadji dan Gayus Tambunan, dan sekarang kemenangan Anggodo dalam praperadilan yang akan menyebabkan kasus Bibit-Chandra dilimpahkan ke pengadilan, telah menimbun semua keributan tentang Bank Century. Seakan-akan Bank Century sengaja ditenggelamkan dengan berbagai politik disinformasi dan pengalihan isu.
Padahal, pekerjaan rumah pasca-Century belum lagi dilaksanakan bila merujuk sejumlah rekomendasi yang telah disepakati, seiring kemenangan opsi C dalam Sidang Paripurna DPR, beberapa waktu lalu.
Di sisi lain, para penegak hukum sudah kehilangan kredibilitas. Publik terpaksa beralih ke media, yang gigih dan berani membongkar kasus demi kasus, bahkan menyiarkan secara live dari kantor Mahkamah Konstitusi tentang fakta kebobrokan mafioso hukum.
Semua ini menunjukkan fakta bahwa publik tidaklah tidur, dan rakyat terus menyoroti perkembangan politik di negeri ini. Di mata publik partai politik identik dengan sumber persoalan, seperti merebut kedudukan di dewan pimpinan, baik pusat maupun daerah. Padahal di mana pun negara demokrasi modern pasti lahir dari adanya partai politik di negara tersebut. Dengan kata lain, tidak ada demokrasi jika tidak ada partai politik.
DPR kemudian mengajukan hak menyatakan pendapat. Namun hak itu sebenarnya hanya menyelesaikan satu soal: nasib seorang wakil presiden. Setelah ada indikasi bahwa Wapres Boediono terlibat dalam kasus Bank Century, seharusnya Boediono nonaktif. Namun ia tidak mau, karena merasa tidak bersalah. Atau setidaknya belum ada vonis KPK bahwa dia bersalah, meski vonis politik DPR sudah jatuh kepadanya bahwa kebijakan dana talangan Bank Century bermasalah.
Akibat karut-marut politik dan hukum itu, jajak pendapat yang dilakukan LSI misalnya, yang disampaikan Peneliti LSI yakni Burhanudin Muhtadi awal Februari 2010, menunjukkan bahwa masyarakat jenuh dan tidak respek lagi dengan perilaku pimpinan partai politik, jenuh terhadap kiprah DPR dan penegak hukum yang amburadul.
Sudah waktunya reformasi mental dan kultural serta reformasi struktural ditegakkan oleh semua lembaga politik dan hukum untuk meraih kepercayaan publik. Keadaan sudah memburuk, sejak penyelesaian kasus Bank Century berlarut-larut tanpa penuntasan.
Kita mendesak agar kredibilitas lembaga politik, lembaga hukum, dan lembaga negara lainnya dijaga agar demokrasi kita tidak mengalami distorsi
Sumber : inilah.com
Betapa tidak. Boediono akan diperiksa di kantor Wapres, sementara Sri Mulyani di kantornya, Kementrian Keuangan. Publik pun bereaksi sinis. Ada tudingan bahwa KPK ditekan, dan ada kesan KPK kalah menghadapi tekanan itu.
Dalam kaitan ini, gonjang-ganjing kasus Bank Century sepertinya akan segera berlalu tanpa menyelesaikan episode terpentingnya: siapa yang harus bertanggung jawab bagi semua proses dana talangan ini?
DPR baru sampai pada kesimpulan, bahwa ada kesalahan atau pelanggaran hukum. Tetapi menurut pemerhati masalah hukum Refly Harun, DPR seperti kehilangan akal membawa pelaku pada kursi keadilan (bring to justice).
Dalam kaitan ini malah terbukti kasus Susno Duadji dan Gayus Tambunan, dan sekarang kemenangan Anggodo dalam praperadilan yang akan menyebabkan kasus Bibit-Chandra dilimpahkan ke pengadilan, telah menimbun semua keributan tentang Bank Century. Seakan-akan Bank Century sengaja ditenggelamkan dengan berbagai politik disinformasi dan pengalihan isu.
Padahal, pekerjaan rumah pasca-Century belum lagi dilaksanakan bila merujuk sejumlah rekomendasi yang telah disepakati, seiring kemenangan opsi C dalam Sidang Paripurna DPR, beberapa waktu lalu.
Di sisi lain, para penegak hukum sudah kehilangan kredibilitas. Publik terpaksa beralih ke media, yang gigih dan berani membongkar kasus demi kasus, bahkan menyiarkan secara live dari kantor Mahkamah Konstitusi tentang fakta kebobrokan mafioso hukum.
Semua ini menunjukkan fakta bahwa publik tidaklah tidur, dan rakyat terus menyoroti perkembangan politik di negeri ini. Di mata publik partai politik identik dengan sumber persoalan, seperti merebut kedudukan di dewan pimpinan, baik pusat maupun daerah. Padahal di mana pun negara demokrasi modern pasti lahir dari adanya partai politik di negara tersebut. Dengan kata lain, tidak ada demokrasi jika tidak ada partai politik.
DPR kemudian mengajukan hak menyatakan pendapat. Namun hak itu sebenarnya hanya menyelesaikan satu soal: nasib seorang wakil presiden. Setelah ada indikasi bahwa Wapres Boediono terlibat dalam kasus Bank Century, seharusnya Boediono nonaktif. Namun ia tidak mau, karena merasa tidak bersalah. Atau setidaknya belum ada vonis KPK bahwa dia bersalah, meski vonis politik DPR sudah jatuh kepadanya bahwa kebijakan dana talangan Bank Century bermasalah.
Akibat karut-marut politik dan hukum itu, jajak pendapat yang dilakukan LSI misalnya, yang disampaikan Peneliti LSI yakni Burhanudin Muhtadi awal Februari 2010, menunjukkan bahwa masyarakat jenuh dan tidak respek lagi dengan perilaku pimpinan partai politik, jenuh terhadap kiprah DPR dan penegak hukum yang amburadul.
Sudah waktunya reformasi mental dan kultural serta reformasi struktural ditegakkan oleh semua lembaga politik dan hukum untuk meraih kepercayaan publik. Keadaan sudah memburuk, sejak penyelesaian kasus Bank Century berlarut-larut tanpa penuntasan.
Kita mendesak agar kredibilitas lembaga politik, lembaga hukum, dan lembaga negara lainnya dijaga agar demokrasi kita tidak mengalami distorsi
Sumber : inilah.com