Revolusi Yaman
Revolusi Yaman - Gerakan revolusioner terus menjalar di dunia Arab dan sebagian Afrika, Protes-protes di Yaman memperoleh momentum dengan suksesnya revolusi Mesir. Setelah revolusi Mesir, kini giliran revolusi Yaman, rakyat Yaman juga menggelorakan semangat pembangkangan sipil terhadap rezim Presiden Ali Abdullah Saleh
Namun aksi mereka tampaknya tidak bisa sebebas di Mesir. Pasalnya, jika di negeri Piramida militer tidak ikut campur, di Yaman sebaliknya. Kemarin, beberapa orang terluka dan 23 lagi ditahan saat polisi bentrok dengan para pengunjuk rasa antipemerintah yang menggelar protes tiga hari berturut-turut. Mereka menyerukan reformasi politik dan pengunduran diri Presiden Ali Abdullah Saleh.
Ribuan pemrotes, banyak di antaranya mahasiswa, berusaha mencapai alun-alun utama Hada di ibu kota Sanaa, namun berhasil dihalau oleh polisi yang membawa pentungan dan tameng. Mereka turun ke jalan-jalan di ibu kota Yaman terinspirasi oleh unjuk rasa di Mesir yang menyebabkan Presiden Mubarak mundur.
“Setelah Mubarak kini saatnya Ali,” teriak sekitar 4000 pengunjuk rasa. Mereka bergerak menuju Universitas Sanaa dengan yel-yel “pergi, pergi Ali”. Sebagian lain berteriak, “rakyat menginginkan rezim saat ini jatuh”.
Sejumlah saksi mata mengatakan aksi protes dimulai, Jumat lalu, setelah persaingan antara kelompok mahasiswa yang berusaha memasang poster antirezim dengan para pendukung Kongres Rakyat yang berkuasa yang mencegah pemasangan poster itu.
Duduki Lapangan Sampai Sabtu tengah hari, para demonstran mencapai jalan raya Jamal Abdel Nasser sekitar 500 meter dari Lapangan Tahrir di Sanaa yang diduduki para pendukung pemerintah.
Sementara itu polisi dengan pentungan memukuli para pengunjuk rasa antipemerintah yang merayakan mundurnya Mubarak dan menuntut mundurnya Presiden Ali.
Sebagian pengunjuk rasa berusaha mencapai Kedutaan Besar Mesir di Sanaa namun aparat keamanan menghalau mereka. Kantor berita AP menyebutkan sejumlah bus yang membawa pendukung partai berkuasa dilengkapi dengan tenda, makanan, dan air lebih dulu menduduki lapangan utama agar tidak dikuasai pemrotes antipemerintah.
Para pendukung pemerintah dan aparat keamanan yang jumlahnya mencapai 5.000 orang berusaha mencegah Lapangan Tahrir - namanya sama dengan lapangan tempat unjuk rasa di Kairo - menjadi tempat pijakan para pemrotes antipemerintah.
Saksi mata mengatakan polisi, termasuk yang berpakaian sipil, menghalau ribuan pengunjuk rasa dari Lapangan Tahrir, Jumat malam. Para pengunjuk rasa merobek gambar Presien Ali Abdullah Saleh dan meneriakkan slogan agar dia segera meletakkan jabatannya.
Presiden Ali sudah berkuasa selama tiga dasa warsa dan berusaha meredakan aksi protes dengan berjanji tidak mencalonkan diri lagi setelah akhir masa jabatannya pada 2013. Yaman merupakan salah satu negara Arab termiskin dan menjadi pijakan militan Al-Qaedah.
Di Aljazair Sementara itu di Aljir, lebih dari 2.000 orang berpawai di lapangan Aljir tengah, menuntut Presiden Abdelaziz Bouteflika lengser. Dikelilingi ratusan polisi antihuru-hara, beberapa di antaranya membawa senjata otomatis, pentungan, dan tameng, mereka melambai-lambaikan baner besar bertuliskan ’’Rezim, pergi’’ dan meneriakkan slogan-slogan ala protes massal di Tunis dan Kairo.
Namun puluhan ribu polisi dikerahkan untuk mencegah mereka merealisasikan rencanannya berpawai empat kilometer dari Lapangan 1 Mei menuju Alun-alun Martir.
Para pengunjuk rasa antara lain ketua partai oposisi Pawai untuk Kebudayaan dan Demokrasi (RCD) Said Sadi, dan bekas musuhnya Ali Belhadj, mantan pemimpin Fron Penyelamatan Islam yang kini dilarang
Sumber : suaramerdeka.com
Namun aksi mereka tampaknya tidak bisa sebebas di Mesir. Pasalnya, jika di negeri Piramida militer tidak ikut campur, di Yaman sebaliknya. Kemarin, beberapa orang terluka dan 23 lagi ditahan saat polisi bentrok dengan para pengunjuk rasa antipemerintah yang menggelar protes tiga hari berturut-turut. Mereka menyerukan reformasi politik dan pengunduran diri Presiden Ali Abdullah Saleh.
Ribuan pemrotes, banyak di antaranya mahasiswa, berusaha mencapai alun-alun utama Hada di ibu kota Sanaa, namun berhasil dihalau oleh polisi yang membawa pentungan dan tameng. Mereka turun ke jalan-jalan di ibu kota Yaman terinspirasi oleh unjuk rasa di Mesir yang menyebabkan Presiden Mubarak mundur.
“Setelah Mubarak kini saatnya Ali,” teriak sekitar 4000 pengunjuk rasa. Mereka bergerak menuju Universitas Sanaa dengan yel-yel “pergi, pergi Ali”. Sebagian lain berteriak, “rakyat menginginkan rezim saat ini jatuh”.
Sejumlah saksi mata mengatakan aksi protes dimulai, Jumat lalu, setelah persaingan antara kelompok mahasiswa yang berusaha memasang poster antirezim dengan para pendukung Kongres Rakyat yang berkuasa yang mencegah pemasangan poster itu.
Duduki Lapangan Sampai Sabtu tengah hari, para demonstran mencapai jalan raya Jamal Abdel Nasser sekitar 500 meter dari Lapangan Tahrir di Sanaa yang diduduki para pendukung pemerintah.
Sementara itu polisi dengan pentungan memukuli para pengunjuk rasa antipemerintah yang merayakan mundurnya Mubarak dan menuntut mundurnya Presiden Ali.
Sebagian pengunjuk rasa berusaha mencapai Kedutaan Besar Mesir di Sanaa namun aparat keamanan menghalau mereka. Kantor berita AP menyebutkan sejumlah bus yang membawa pendukung partai berkuasa dilengkapi dengan tenda, makanan, dan air lebih dulu menduduki lapangan utama agar tidak dikuasai pemrotes antipemerintah.
Para pendukung pemerintah dan aparat keamanan yang jumlahnya mencapai 5.000 orang berusaha mencegah Lapangan Tahrir - namanya sama dengan lapangan tempat unjuk rasa di Kairo - menjadi tempat pijakan para pemrotes antipemerintah.
Saksi mata mengatakan polisi, termasuk yang berpakaian sipil, menghalau ribuan pengunjuk rasa dari Lapangan Tahrir, Jumat malam. Para pengunjuk rasa merobek gambar Presien Ali Abdullah Saleh dan meneriakkan slogan agar dia segera meletakkan jabatannya.
Presiden Ali sudah berkuasa selama tiga dasa warsa dan berusaha meredakan aksi protes dengan berjanji tidak mencalonkan diri lagi setelah akhir masa jabatannya pada 2013. Yaman merupakan salah satu negara Arab termiskin dan menjadi pijakan militan Al-Qaedah.
Di Aljazair Sementara itu di Aljir, lebih dari 2.000 orang berpawai di lapangan Aljir tengah, menuntut Presiden Abdelaziz Bouteflika lengser. Dikelilingi ratusan polisi antihuru-hara, beberapa di antaranya membawa senjata otomatis, pentungan, dan tameng, mereka melambai-lambaikan baner besar bertuliskan ’’Rezim, pergi’’ dan meneriakkan slogan-slogan ala protes massal di Tunis dan Kairo.
Namun puluhan ribu polisi dikerahkan untuk mencegah mereka merealisasikan rencanannya berpawai empat kilometer dari Lapangan 1 Mei menuju Alun-alun Martir.
Para pengunjuk rasa antara lain ketua partai oposisi Pawai untuk Kebudayaan dan Demokrasi (RCD) Said Sadi, dan bekas musuhnya Ali Belhadj, mantan pemimpin Fron Penyelamatan Islam yang kini dilarang
Sumber : suaramerdeka.com